Friday 29 June 2012

Gambar Garis-Garis 2

Post kali ini gambar garis-garis tak beraturan ke dua. Ini adalah gambar abstrak, yang aku buat sendiri :)




 



Kedua gambar ini dibuat waktu mata pelajaran kesenian membuat gabungan garis-garis..






Monday 25 June 2012

A Last Gift Part 20


Di taman belakang rumah riski.
“aduh, gimana nii” aku panik dan memejam kan kedua bola mata ku, aku takut.
“lisa, mafin aku ya” kata riski mendekat ke telinga ku. Dia berbisik.
“maaf kenapa?”  aku memberanikan diriku bertanya. Kalau dilihat-lihat riski nggak kelihatan mengalami depresi yang amat berat dan membuatnya hampir dikatakan gila. Dia baik-baik aja.
“maaf karena aku uda bohongi kalian berdua” Aku dan Tristan saling pandang.
“maksudnya  apa?” Tristan bertanya pada riski yang sedang duduk membelakangi kami.
“ Mungkin ini waktu yang tepat buat kalian tahu yang sebenarnya.   Sebenarnya, yang ngirimin kamu paket selama ini itu. AKU.” kata riski jujur. Pengakuan riski itu membuat ku sangat terkejut. Bagaikan tersambar petir disiang bolong.
“jadi selama ini yang ngirimin aku paket mengerikan itu kamu” kata ku tenang. Aku mencoba tenang. Aku tahu pasti dia punya alasan melakukan itu.
“riski, kamu benar-benar sudah gila” kata Tristan marah, Tristan menarik kerah baju riski. “apa kamu nggak kasihan ngeliat lisa saat dia menerima paket-paket  itu, riski kamu uda buat lisa itu takut”
“tenang Tristan” aku melepas kan tangan Tristan dari kerah baju riski.
“aku memang sudah gila tan, gila karena dia.” Tristan menunjuk aku.
“gara-gara dia, nina kecelakaan. Gara-gara dia juga aku berpisah dengan nina. Dialah penyebabnya. Kalau bukan karena mau menemui lisa, pasti malam itu nina nggak bakalan kerumah lisa dan akhrinya dia…..”  riski kembali tenang dan tak mampu melanjutkan kata terakhirnya itu.
“Tristan, nina yang kamu lihat malam sebelum kecelakaan itu baru saja menemui ku. Dia marah karena aku mengikutinya. Aku melakukan itu karena aku mempunyai firasat buruk. Tapi apa!! dia marah, dan meninggalkan ku dan akhirya…. Bahakan aku belum sempat minta maaf padanya.” 
“maaf kan aku riski kalau kamu berpikir memang aku penyebabnya” kataku pada riski.
“bukan begitu lisa. Yang seharusnya minta maaf itu AKU. aku uda membuat mu takut. Apalagi aku uda ngilang gitu aja tanpa pamit pada kalian,udah buat kalian khawatir.”
“siapa juga yang khawatir sama mu.” Kata Tristan. Padahal dia kan juga nyariin si riski.
“maafkan aku” kata riski lagi.
“tidak apa-apa. aku uda maafin kamu riski.” Kata ku.
“makasih lisaa” kata riski.
“oh iya. Soal kamu ke amerika dan pulang-pulang…..” kata tristan pada riski. Sepertinya Tristan tidak berani melanjutkan kata-kata terakhirnya.
Riski hanya tertawa, “aku memang ke amerika, untuk menenangkan diri dan menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu ini. Tapi kalau soal itu aku hanya berpura-pura saja, supaya nggak ditanya-tanyai sama mereka” Kata riski
“ooohhhh” serentak aku dan Tristan berkata.
“sekarang kita udah tau kalau paket-paket itu berasal dari riski. Dan nggak perlu di masalahkan lagi. Tinggal di buang aja.” Kata  Tristan.
“soal buku harian nina itu?” kata ku tiba-tiba.
“itu buat kamu aja.” Kata riski. “anggap saja semua itu paket terakhir pemberian nina” tambah riski lagi.
Kami bertiga tertawa bersama. Sampai-sampai tidak ingat pesan satpam tadi “sebentar aja ya”.
Semuanya kembali seperti biasa, aku dan hidup ku.  Entah kenapa aku nggak bisa marah sama riski atas perbuatan nya itu, mungkin karena dia adalah saudara kembar nina. Setiap melihat riski aku selalu melihat bayang-bayang nina.
Aku dan sahabat-sahabat ku itu melanjutkan hidup kami dengan penuh kebahagian.
Semua itu biarkan lah berlalu semua akan indah pada waktunya.
We are always happy because we live in the nature.
Dan mereka akhirnya hidup bahagia.



THE END



Akhirnya Setelah lama berpikir  ketemu juga akhir cerita a last gift. Semoga pembaca suka dengan akhir cerita nya.

Sunday 17 June 2012

Last Gift Part 19


Setelah pulang dari rumah riski aku masih saja memikirkan hal tadi.
Aku dan Tristan sibuk dengan pikiran kami.
“Riski gila” pernyataan itu masih saja menghantui pikiranku. Aku benar-benar tidak tenang.
“lis, nggak mungkin kan riski gila. Lisa,lisa”
“haloo lisa” Tristan melambaikan tangan nya ke hadapan wajah ku.
“apaan sih” aku menepis tangan Tristan yang ada di hadapan wajah ku.
“iya, aku juga lagi mikirin itu. Masa iya dia gila, akh nggak mungkin ” kata ku tidak percaya.
“kayaknya kita mesti pastiin sendiri lis” Tristan berlaga sok pintar.
“kan tadi kamu dengar sendiri kalau kita teman-temanya riski nggak di bolehin masuk, kalau masuk aja nggak dikasih cemana mau mastiin nya.” Aku menarik pelan rambut Tristan.
“sakit lis” aku melepaskan tangan ku dari rambut Tristan.
“makanya kalau ngasih ide itu cermelang dikit.” Cerocos ku.
“lis, sediain minum napa?” protes Tristan.
“iya, iya ntar” aku meninggalkan Tristan di teras
Setelah beberapa menit…
“lama amat” protes Tristan.
“mending aku ambilin” cerocos ku lagi.
“iya maaf…maaf” tawa Tristan.
“yaudah kembali ke topik, “ kata ku pada Tristan.
“besok kita balik aja ke rumah nya si riski, kan gampang.” Kata Tristan.
“kalau ntar kita nggak di kasih masuk kamu mau bilang apa WAH gitu?” kataku
sebel.
“kan mana tahu mama nya si riski kesambet apa gitu jadi baik dan ngizini kita
masuk” Jawab Tristan nggak mau kalah.
“itu pun kalau dewi fortuna memihak kita” kata ku.
“usaha dong, semakin kita sering muncul dirumah si riski. Pasti satpam rumah
bosan ngeliat kita dan ngizini kita masuk.” Jelas Tristan lagi.
“nggak masuk akal banget. Ya uda deh terserah kamu aja” kali ini aku harus menyerah lagi.
“mudah-mudahan aja berhasil. AMIN” tambah ku lagi.
*********
Keesokan harinya……
“moga-moga berhasil” kata ku pada Tristan.
“pasti berhasil” jawabnya enteng.
“dasar” kata ku lagi.
Saat tiba dirumahnya Riski kami langsung menghampiri satpam nya.
“siang pak” sapa Tristan pada satpam rumah riski .
“loh, kok balik lagi.” Kata satpam itu.
Oh iya sebelumnya aku mau kasih tahu, semenjak kepergian riski beberapa bulan
yang lalu. Orangtua riski memutuskan memperkerjakan seorang satpam dirumah.
Karena rumah itu sering kosong dan paling cuma pembantu aja yang tinggal.
“gini pak, izini kita napa pak ketemu ama riski” Tristan memohon.
“aduh, gimana ya. Yaudah sebentar aja ya. Mumpung lagi nggak ada nyonya.
Sebentar ya.” Satpam itu membukakan pintu gerbang untuk kami.
“ingat sebentar ya.” Satpam itu mengingatkan.
“oke, seppp” Jawab riski.
“liat tris, itu riski’ aku menunjuk ke arah seseorang yang sedang duduk di taman
belakang.
“iya, kayak nya dia baik-baik aja” Tristan menambah kan.
“aku takut tan, nyamperinnya ntar kita dikejar-kejar pula.” Aku menggenggam
tangan kanan Tristan.
“tenang selama ada aku kamu bakalan baik-baik aja.” Gaya Tristan sok pahlawan.
Perlahan kami mendekati riski.
Tiba-tiba saja sosok itu menoleh ke belakang dan menatap kami berdua.
“gimana nii, aku takut” aku mempererat genggaman tangan ku.
“udah tenang, Ingat kita Cuma punya waktu sebentar aja” Tristan berbisik ke telinga ku.
“riski” sapa ku sambil melambaikan tangan ku.
“lisa…” sahut nya.
Ya ampun dia ingat nama ku, kirain kalau gila lupa segalanya.
Riski tiba-tiba bangkit dari tempat duduk nya.
“aduh, gimana nii” aku panik dan memejam kan kedua bola mata ku sangkin takut nya.




Thursday 7 June 2012

Last Gift Part 18

Sudah hampir satu bulan aku dan Tristan tidak menemukan riski. Riski hilang begitu saja bagai ditelan bumi. Tak seorang pun yang mengetahui keberadaannya. Begitu juga dengan orangtua nya dan orang terdekat nya.
Paket-paket misterius itu juga tidak pernah dikirim lagi.
“tan, aku benar-benar menyerah” kata ku pada Tristan.
Hari ini Tristan seharian ada dirumah menemani aku karena ibu menjemput ayah dibandara.
“iya aku juga” Jawab Tristan menyetujui perkataan aku tadi.
“tapi untuk memastikan kembali gimana kalau kita kerumah nya lagi besok.” Lanjut Tristan.
“yaudah terserah kamu aja.”  Jawabku malas.

*********
“permisi” Tristan memanggil satpam rumah itu.
“Tristan teman nya riski ya.” Kata satpam itu.
“iya, mau tanya soal riski lagi pak” kata Tristan .
“gini dik “ bapak itu membukakan pagar rumah riski untuk kami.
“riski nya udah balik kemarin. Dia baru aja dibawa pulang sama papa nya dari Amerika.” Bapak itu menjelaskan pada kami.
“dia dari amerika?” Tristan bertanya keheranan.
“iya, diam-diam dia pulang ke amerika tanpa memberitahu siapa pun termasuk mama nya.” Jelas bapak itu lagi. “maaf ya bapak nggak bisa izinkan kalian masuk, ini pesan nyonya mama nya den riski buat nggak ngasih masuk teman-temannya riski.”
 
“nggak apa-apa kok”  sahut ku lagi. “tapi kami boleh nanya-nanya bapak ya soal riski.”
“boleh kok non” kata bapak itu. “gini non, katanya den riski mengalami depresi berat dan membuat nya hampir dikatakan gila.” Jelas bapak itu.

“apa?”  aku terkejut.  Aku dan Tristan saling pandang-pandangan.
“riski gila”  Tristan menambah kan.
“iya” lanjut bapak itu lagi. “uda dulu ya, ntar bapak dimarahi nyonya.”  Bapak itu langsung menutup pagar rumah riski.
“maksih ya pak infonya?” kami meninggalkan rumah riski.












Review ala-ala Kim Ji Young Born 1982

Apa kabar kalian semua? Ku harap kalian baik-baik saja. Selamat menjalani hari ini dan hari-hari selanjutnya dengan kegembiraan :'...