Di taman belakang rumah riski.
“aduh, gimana nii” aku panik dan memejam kan kedua
bola mata ku, aku takut.
“lisa, mafin aku ya” kata riski mendekat ke telinga
ku. Dia berbisik.
“maaf kenapa?”
aku memberanikan diriku bertanya. Kalau dilihat-lihat riski nggak
kelihatan mengalami depresi yang amat berat dan membuatnya hampir dikatakan
gila. Dia baik-baik aja.
“maaf karena aku uda bohongi kalian berdua” Aku dan Tristan
saling pandang.
“maksudnya
apa?” Tristan bertanya pada riski yang sedang duduk membelakangi kami.
“ Mungkin ini waktu yang tepat buat kalian tahu yang
sebenarnya. Sebenarnya, yang ngirimin
kamu paket selama ini itu. AKU.” kata riski jujur. Pengakuan riski itu membuat
ku sangat terkejut. Bagaikan tersambar petir disiang bolong.
“jadi selama ini yang ngirimin aku paket mengerikan
itu kamu” kata ku tenang. Aku mencoba tenang. Aku tahu pasti dia punya alasan
melakukan itu.
“riski, kamu benar-benar sudah gila” kata Tristan
marah, Tristan menarik kerah baju riski. “apa kamu nggak kasihan ngeliat lisa
saat dia menerima paket-paket itu, riski
kamu uda buat lisa itu takut”
“tenang Tristan” aku melepas kan tangan Tristan dari
kerah baju riski.
“aku memang sudah gila tan, gila karena dia.” Tristan
menunjuk aku.
“gara-gara dia, nina kecelakaan. Gara-gara dia juga
aku berpisah dengan nina. Dialah penyebabnya. Kalau bukan karena mau menemui
lisa, pasti malam itu nina nggak bakalan kerumah lisa dan akhrinya dia…..” riski kembali tenang dan tak mampu
melanjutkan kata terakhirnya itu.
“Tristan, nina yang kamu lihat malam sebelum
kecelakaan itu baru saja menemui ku. Dia marah karena aku mengikutinya. Aku
melakukan itu karena aku mempunyai firasat buruk. Tapi apa!! dia marah, dan
meninggalkan ku dan akhirya…. Bahakan aku belum sempat minta maaf
padanya.”
“maaf kan aku riski kalau kamu berpikir memang aku
penyebabnya” kataku pada riski.
“bukan begitu lisa. Yang seharusnya minta maaf itu AKU.
aku uda membuat mu takut. Apalagi aku uda ngilang gitu aja tanpa pamit pada
kalian,udah buat kalian khawatir.”
“siapa juga yang khawatir sama mu.” Kata Tristan.
Padahal dia kan juga nyariin si riski.
“maafkan aku” kata riski lagi.
“tidak apa-apa. aku uda maafin kamu riski.” Kata ku.
“makasih lisaa” kata riski.
“oh iya. Soal kamu ke amerika dan pulang-pulang…..”
kata tristan pada riski. Sepertinya Tristan tidak berani melanjutkan kata-kata
terakhirnya.
Riski hanya tertawa, “aku memang ke amerika, untuk
menenangkan diri dan menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu ini. Tapi
kalau soal itu aku hanya berpura-pura saja, supaya nggak ditanya-tanyai sama
mereka” Kata riski
“ooohhhh” serentak aku dan Tristan berkata.
“sekarang kita udah tau kalau paket-paket itu berasal
dari riski. Dan nggak perlu di masalahkan lagi. Tinggal di buang aja.”
Kata Tristan.
“soal buku harian nina itu?” kata ku tiba-tiba.
“itu buat kamu aja.” Kata riski. “anggap saja semua
itu paket terakhir pemberian nina” tambah riski lagi.
Kami bertiga tertawa bersama. Sampai-sampai tidak
ingat pesan satpam tadi “sebentar aja ya”.
Semuanya kembali seperti biasa, aku dan hidup ku. Entah kenapa aku nggak bisa marah sama riski
atas perbuatan nya itu, mungkin karena dia adalah saudara kembar nina. Setiap
melihat riski aku selalu melihat bayang-bayang nina.
Aku dan sahabat-sahabat ku itu melanjutkan hidup kami
dengan penuh kebahagian.
Semua
itu biarkan lah berlalu semua akan indah pada waktunya.
We are always happy because we live in
the nature.
Dan mereka akhirnya hidup bahagia.
THE END
Akhirnya Setelah lama berpikir ketemu juga akhir cerita a last gift. Semoga
pembaca suka dengan akhir cerita nya.
No comments:
Post a Comment