Setelah
pulang dari rumah riski aku masih saja memikirkan hal tadi.
Aku
dan Tristan sibuk dengan pikiran kami.
“Riski
gila” pernyataan itu masih saja menghantui pikiranku. Aku benar-benar tidak
tenang.
“lis,
nggak mungkin kan riski gila. Lisa,lisa”
“haloo
lisa” Tristan melambaikan tangan nya ke hadapan wajah ku.
“apaan sih” aku menepis tangan Tristan yang ada di hadapan wajah ku.
“apaan sih” aku menepis tangan Tristan yang ada di hadapan wajah ku.
“iya,
aku juga lagi mikirin itu. Masa iya dia gila, akh nggak mungkin ” kata ku tidak
percaya.
“kayaknya
kita mesti pastiin sendiri lis” Tristan berlaga sok pintar.
“kan
tadi kamu dengar sendiri kalau kita teman-temanya riski nggak di bolehin masuk,
kalau masuk aja nggak dikasih cemana mau mastiin nya.” Aku menarik pelan rambut
Tristan.
“sakit
lis” aku melepaskan tangan ku dari rambut Tristan.
“makanya
kalau ngasih ide itu cermelang dikit.” Cerocos ku.
“lis,
sediain minum napa?” protes Tristan.
“iya,
iya ntar” aku meninggalkan Tristan di teras
Setelah
beberapa menit…
“lama
amat” protes Tristan.
“mending
aku ambilin” cerocos ku lagi.
“iya
maaf…maaf” tawa Tristan.
“yaudah
kembali ke topik, “ kata ku pada Tristan.
“besok
kita balik aja ke rumah nya si riski, kan gampang.” Kata Tristan.
“kalau
ntar kita nggak di kasih masuk kamu mau bilang apa WAH gitu?” kataku
sebel.
“kan
mana tahu mama nya si riski kesambet apa gitu jadi baik dan ngizini kita
masuk”
Jawab Tristan nggak mau kalah.
“itu
pun kalau dewi fortuna memihak kita” kata ku.
“usaha
dong, semakin kita sering muncul dirumah si riski. Pasti satpam rumah
bosan
ngeliat kita dan ngizini kita masuk.” Jelas Tristan lagi.
“nggak
masuk akal banget. Ya uda deh terserah kamu aja” kali ini aku harus menyerah
lagi.
“mudah-mudahan
aja berhasil. AMIN” tambah ku lagi.
*********
Keesokan
harinya……
“moga-moga
berhasil” kata ku pada Tristan.
“pasti
berhasil” jawabnya enteng.
“dasar”
kata ku lagi.
Saat
tiba dirumahnya Riski kami langsung menghampiri satpam nya.
“siang
pak” sapa Tristan pada satpam rumah riski .
“loh,
kok balik lagi.” Kata satpam itu.
Oh
iya sebelumnya aku mau kasih tahu, semenjak kepergian riski beberapa bulan
yang
lalu. Orangtua riski memutuskan memperkerjakan seorang satpam dirumah.
Karena
rumah itu sering kosong dan paling cuma pembantu aja yang tinggal.
“gini
pak, izini kita napa pak ketemu ama riski” Tristan memohon.
“aduh,
gimana ya. Yaudah sebentar aja ya. Mumpung lagi nggak ada nyonya.
Sebentar
ya.” Satpam itu membukakan pintu gerbang untuk kami.
“ingat
sebentar ya.” Satpam itu mengingatkan.
“oke,
seppp” Jawab riski.
“liat
tris, itu riski’ aku menunjuk ke arah seseorang yang sedang duduk di taman
belakang.
“iya,
kayak nya dia baik-baik aja” Tristan menambah kan.
“aku
takut tan, nyamperinnya ntar kita dikejar-kejar pula.” Aku menggenggam
tangan
kanan Tristan.
“tenang
selama ada aku kamu bakalan baik-baik aja.” Gaya Tristan sok pahlawan.
Perlahan
kami mendekati riski.
Tiba-tiba
saja sosok itu menoleh ke belakang dan menatap kami berdua.
“gimana
nii, aku takut” aku mempererat genggaman tangan ku.
“udah
tenang, Ingat kita Cuma punya waktu sebentar aja” Tristan berbisik ke telinga
ku.
“riski”
sapa ku sambil melambaikan tangan ku.
“lisa…”
sahut nya.
Ya
ampun dia ingat nama ku, kirain kalau gila lupa segalanya.
Riski
tiba-tiba bangkit dari tempat duduk nya.
“aduh,
gimana nii” aku panik dan memejam kan kedua bola mata ku sangkin takut nya.
No comments:
Post a Comment